GeMusik News – Di setiap keberhasilan selalu ada harga yang harus dibayar. Kadang harganya bahkan terlalu mahal karena itu berindikasi pada hilangnya kebebasan. Sukses kemunculannya sebagai band rock and roll yang membawa suara dari jalanan secara tanpa disadari mulai mereduksi ruang gerak mereka. Bagi musisi yang sebagian karyanya bertolak dari pengamatan lingkungan sosial dan politik hal ini jelas sebuah petaka.
“Memang gue akui kebebasan sudah hilang setelah album Kampungan. Gue gak bisa lagi nongkrong-nongkrong, udah kelihatan orang. Jadi, sources rasanya rada berat,” ungkap Kaka.
Album Kampungan (1991) setidaknya melahirkan dua hit yaitu “Mawar Merah” dan “Terlalu Manis”. Lagu-lagu dengan tema yang mengangkat dinamika dunia remaja ini seakan telah menjadi anthem yang tidak boleh lupa dimunculkan di setiap penampilan Slank. Tahun-tahun itu memang merupakan periode ketika Slank rajin menulis lagu-lagu yang pas buat ngeceng. Sebut deh “Anyer 10 Maret” (album Piss, 1993) yang selesai ditulis pada pukul 02.00, tanggal 10 Maret 1991. Ada juga lagu yang liriknya true story, judulnya “Anjing”. Pada sampul tertulis “An +.=+. .”…”. Penulisan ini dapat dimaknai secara ganda. Sebagai bentuk keraguan atau sebaliknya mengekspresikan kemarahan.
“Dulu itu itu setiap kali main tanpa sepengetahuan kami honor Slank dipotong anak buah. Itu potongan gak resmi” cerita Indra Q belum lama ini. “Setelah ketahuan, anak-anak marah. Keluarlah kata itu, anjing…..!”

Sementara itu lagu “Nina Bobo” menyimpan cerita lain. Suatu pagi Slank rekaman di studio Jakson, di daerah Pluit, Jakarta Barat. Indra Q yang muncul paling awal mendapatkan penjaga studio tengah mendengkur. Sifat usilnya segera muncul. Suara dengkuran itu direkamnya dengan menggunakan tape recorder. Setelah personil lain berdatangan, dia memperdengarkannya sambil tertawa-tawa. Kaka, Bimbim, Bongky dan Pay sepakat memasukannya ke dalam album setelah Indra melengkapinya dengan suara piano. Durasinya tak lebih dari 43 detik.

Bimbim berbagi pengalaman bagaimana dirinya sudah sulit menikmati debur ombak. Dulu, katanya, bikin lagu di pantai berjam-jam dicuekin orang. Sekarang baru mantai 15 menitan mereka sudah pasti dikerubut penggemar.
Dari waktu ke waktu Slank menjadi terbiasa bersiasat agar tetap dapat memotret kehidupan. Keberhasilan pada akhirnya memang melahirkan sebuah jarak. Lagu “Jinna (Belasan Dalam Pelarian)” diciptakan dalam situasi seperti itu. Temanya tentang dunia prostitusi, tepatnya seputar anak-anak di bawah umur yang dipaksa menjadi perek – lagu ini terdapat pada album Minoritas (. Padahal, menurut gitaris Abdee Negara, persoalan utama seniman itu adalah hilangnya kepekaan. Oleh karena itulah Slank menjadikan popularitasnya sebagai nilai tukar. Salah satunya bekerjasama membuat program ‘Jinggo Turun Ke Kampung’. Dengan program ini mereka berdialog dengan para petani atau para pengelola sanggar kesenian daerah yang eksistensinya terabaikan.
Pengalaman bermusik selama belasan tahun mendorong Slank untuk lebih berpikir tentang edukasi pada generasi muda dengan melakukan apa yang disebut oleh Bimbim sebagai self sensor. Contohnya ketika berkesempatan merilis ulang album-album lama ke dalam format CD, kata ‘onani’ pada lagu “Kampungan” diganti dengan ‘frustrasi’. Ia tidak berusaha menyangkal ketika saya mengatakan bahwa Slank sudah tidak slenge’an lagi.
Yang tidak berubah tidak berubah dari teman-teman Potlot tersebut adalah kegigihannya dalam menyatakan perang melawan korupsi. Mereka segendang sepenarian dengan Iwan Fals. Pada 24 Maret 2008 mereka menggelar konser kecil di halaman gedung KPK. Menurut Bang Denny, itu merupakan kunjungan balasan. Sebelumnya Ketua KPK Antasari Anshar sudah bersilaturahim ke markas mereka. Sejumlah lagu pun dikumandangkan. Salah satunya berjudul “Gosip Jalanan”. Berikut sebagian liriknya.
Mau tau gak mafia di Senayan?
Kerjaannya tukang bikin peraturan
Bikin UUD ujung-ujungnya duit
Sontak politikus Senayan kebakaran jenggot. Ketua Badan Kehormatan DPR, ketika itu, Isyad Sudiro, merasa gerah. Wakilnya, Gayus Lumbun, bermaksud akan mendatangi label Virgo Ramayana, label Slank, untuk meminta klarifikasi. Ancaman yang sangat terlambat sebenarnya karena lagu tersebut telah beredar sejak tahun 2004. Konon Slank bakal diseret ke pengadilan. Digoreng oleh pemberitaan media massa, kasus ini berkembang menjadi panas. Akan tetapi mendadak anyep setelah tersiar kabar bahwa Slankers Surabaya serta komunitas OI (bentukan penggemar Iwan Fals) balik mengancam akan menggeruduk Senayan. (Bersambung)